Jumat, 16 April 2010

Cinta dalam Sebuah Harapan





Kicau burung, udara sejuk dan sinar matahari pagi yang belum menyengat itu menemani sekelompok remaja yang asik mengerjakan sesuatu. Di gasebo sekolah dengan suasana senyaman itu membuat rasa santai dalam mengerjakan pekerjaan dan tidak memnuat rasa jenuh karena selalu diselingi senda gurau oleh salah satu anak di antara mereka.
“Eits,,Steve! Buang tu rokok! Masih pagi juga. Polusi tauk” kata Felix.
“iya,iya,,enak di Loe Cuma ngomong, kita yang mikir neh” jawabnya seraya membuang puntung rokok yang baru saja ia buang.
“Hehehe,,aku kan maskot kalian” jawabnya enteng.
“Duwh,,kalian ini pagi-pagi udah pada ngoceh…Yank, ambilin mimik” kata Venus.
“Iya, Yank… Jangan gubris mereka udah mau selese neh tugas kita… Nih di minum gih” kata Ello menyodorkan sekotak jus orange.
“Dasar dua sejoli ini pacaran mulu. Mentang-mentang otaknya pada encer semua” cerutu Felix.
“Hey,,anak kecil! Diem aja… Laper Loe?” celutuk Felix singkat.
“Iya, aku laper! And lagi males adu mulut ma kamu!” jawabku singkat.
“Lho,,Ra’, kamu belum maem? Ke kantin a?” kata Steve.
“Neh,,,” kata Felix memberiku sandwich dari tasnya. Sejenak aku kaget dibuatnya, seorang Felix yang tak pernah seperhatiannya ke seseorang, tetapi ia malah menunjukkan sesuatu yang menurutku manis.
“Aku nggak mau ntar waktu aku jadi pembawa acara trus bilang ‘Inilah Aurora Ceria sang ketua acara’ kena busung lapar” tambahnya membuatku merubah pikiran kalau sesoang Felix bukanlah seorang cowok yang bisa perhatian pada satu orang.
Acara yang dihelat dengan akbar memang spektakuler. Acar berjalan dengan lancer apalagi dipandu oleh Felix. Setiap acra yang dipegangnya pasti akan berlangsung dengan seru. Semuanya sukses menghelat acara untuk yang ketiga kalinya. Saat acar selesai dan evaluasi berakhir, aku melihat mereka tertawa lepas , senang, dan bangga. Felix pun menghampriku dan mengajakku ke taman yang lumayan tenang.
“Gilaa! Acara kita sukses lagi, tau nggak ini gara-gara sapa?” tanyanya.
“Kamu kan, iya aku percaya semua hepi karena kamu” jawabku.
“Dasar anak kecil baru 16 tahun masih nggak ngerti, ketuanya kan kamu, jadi sukses juga gara-gara kamu Ra” jawabnya.
“Tapikan yang bawain acara ini kan kamu, mentang-mentang udah gede ngatain aku masih kecil, dasar !” kataku sedikit kesal.
“Tahu nggak arti dari Aurora Ceria? Itu artinya sinar pagi yang membuat semua orang akan ceria akan kehadiranmu, arti namaku kan kucing, nggak bisa nggapai kamu dan pengen beud kamu tahu aku, makanya aku kayak gini” terangnya. Hah? Aku terkejut dan sedikit bingung dengan yang ia bicarakan itu.
“Aku nggak mau kamu pergi kalo gitu, Aurora nggak isa ceria kalo nggak ada Felix” kataku kepadanya, karena aku fikir dia adalah sumber keceriaanku.
“Aku nggak akan pergi dari kamu kok. Benernya tanpa aku pun kamu bisa ceria dan buat yang lain seneng, tapi kalo aku nggak ada ya ng lain gimana ya? Hahaha” jelasnya dengan gaya narsis itu.
“Dich,,dasar narsismu kumat udah stadium 2!” jawabku tertawa.
“Iya udah, ayo balik,, ntar dicariin anak-anka” ajaknya dan kembali berkumpul lagi bersam Ello, Venus dan Steve. Felix pun mulai melakukan keusilannya dan memberi komentar yang aneh seperti biasanya.
Perasaanku mulai kacau. Aku berfikir keras akan perasaan yang Felix katakan. Aku tak mengerti akan perasaanku sendiri. Dan kini aku mulai perhatian padanya, begitu juga sebaliknya. Setiap waktu ku pandangi foto kami berlima, sangat menyenangkan. Felix tetap saja selalu mengejekku dengan sebutan ‘anak kecil’, tapi kali ini aku akan tertawa senang karena dua minggu lagi aku akan menginjak kedewasaan. 17 tahun.
“Duwh,,yang mau ultah” kata Venus.
“Ceilah,,mau ngadain apa neh?” kata Ello.
“makan-makan yuk?!” kata Steve.
“kalian ini, masi lama tauk” kataku.
“kayaknya, bakal ada yang nggak isa manggil Aurora ‘anak kecil’ lagi neh” sindir Steve membuat Felix rada’ nyengir.
“masi dua minggu lagi kan?” kata Felix mantap. Hari demi hari pun berlalu, tak terasa sekarang kurang satu minggu lagi aku akan mengadakan pesta sweet seventeen di rumah. Khusus untuk mereka aku akan mengadakan acara sendiri.
“Ra’,,kamu cepet ke Medical Center. Felix kecelakaan!” kata Steve. Hatiku kaget bukan main, bingung dan langsung pergi menuju ke rumah sakit. Saat aku sampai, aku langsung jatuh di dekat Steve. Ku lihat Ello dan Venus bersedih. Steve membopongku untuk melihat Felix yang kini diam, terbujur kaku dengan senyum yang tenang. Entah kenapa hatiku hancur, aku sedih dan semuanya menjadi berantakan dalam sekejap. Aku belum tahu pasti perasaan Felix padaku tapi kini aku sudah merasa kehilangan.
“Semua acar kita batalin” kata Venus.
“bener, nggak ada Felix nggak mungkin sukses” tambah Ello.
“Apa salahnya sich dicoba dulu tanpa Felix” sanggah Steve.
“Iyaudah nggak papa, kita vakum aja dulu” kataku, walaupun dalam hatiku sebenarnya kesal karena teringat kata-kata Felix dulu. Napa mereka musti putus asa tanpa Felix? Aku sendiri juga kesal dengan Felix karena ia mengingkari janjinya denganku. Aku mengurung diriku sendiri di kamar. Aku tak ingin melihat acara pemakamannya, membuatku semakin kacau. Di satu sisi aku merasa kehilangan karena tak akan ada lagi yang mengisi hari-hariku, di sisi lain aku juga kesal dengan semuanya. Kenapa di saat aku akn ulang tahun? 2 hari aku di kamar, nggak makan dan minum, hanya menangis. Sampai Ello, Venus, dan Steve membujukku untuk makan dan seperti biasanya. Sesuatu hal yang sangat susah.
“Ayo lah Ra’,,jangan kayak gini” kata Steve.
“Percuma aku idup kalo semua mikirin Felix, Felix, Felix mulu! Aku juga kehilangan tapi nggak kayak gitu caranya! Aku sebel ma semuanya!”
“Iya oke, kita lupain Felix. 5 hari lagi kamu ultah kan” bujuk Venus.
Acaraku berlangsung sederhana dan singkat, tidak sesuai rencana yang kemarin karena acara ulang tahunku bertepatan dengan 7 hari kematian Felix. Aku pun baru mau mengunjungi makam Felix. Tanah yang masih merah, bunga-bunga yang sebagian mulai layu, ku taburkan kembali bunga-bunga untuknya agar ia terlihat segar. Dan untuk kesekian kalinya aku menangis karena Felix. Steve mengantarkanku pulang dan memberiku sebuah cup cake coklat yang ada lilin kecilnya berwarna merah. Steve berharap agar aku tak bersedih di hari ulang tahunku.
“Neh,,ntar pas tengah malem minta sebuah permohonan biar kamu nggak sedih lagi” kata Steve.
“Aku ingin semua orang yang kenal Felix, lupa akan kehadirannya, dan semua kembali ceria seperti dulu tanpa Felix, jika aku rindu padanya berikan aku sesuatu yang dapat menenangkanku” ucapku saat tengah malam dan meniup lilin cup cake itu. Keesokan harinya, kicau burung kembali membangunkanku, sangat merdu. Saat aku bercermin aku sangat terkejut mendapati foto kami berlima berubah, Felix nggak ada! Hanya aku, Steve, Ello dan Venus. Mungkinkah doaku terkabul? Semua kini tak ada yang tahu akan keadiran Felix, kini aku mulai merasa bersalah. Aku membuka lembaran baru, dan aku yakini Felix pasti mengerti akan keadaanku.
2 bulan berlalu, Steve menyatakan perasaannya padaku. Aku menerimanya karena aku tak ingin larut dengan kesedihanku. Kemudian ada sebuah paket untukku. Dari Felix! Langsung saja paket itu aku buka dan isinya adalah sebuah kaset video.
“Hepi b’day Rara, Hepi b’day Rara’, Hepi b’day, Hepi b’day, Hepi b’day Aurora…. Met ultah yang ke-17 ya Ra’… Moga semua yang kamu ingin kesampaian semua, nih cup cake yang aku buat sendiri lho… Aku titipin ke Steve biar sureprise. Walaupun aku nggak ada, aku harap kamu, Steve, Ello, dan Venus tetap ceria, aku yakin pasti bisa… Satu yang musti kamu inget Ra’,,aku nggak akan ninggalin kamu, dan satu hal yang musti kamu tahu,,aku sayang kamu, aku akan selalu ngasih yang terbaik buat kamu, dan ini anak kucing tolong kamu pelihara baik-baik ya? Beri dia namaku” ucap Felix sambil memperlihatkan cup cake yang aku pakai untuk meminta sebuah permohonan, dan menunjukkan kucing kecil warna putih yang sangat lucu. Dalam rekaman itu, Felix tampak sangat tampan, ia tenang sekali, tak seperti Felix yang aku kenal, dia memakai kemeja putih, semua dominant putih dan terkesan begitu tenang. Ia sangat indah, apalagi saat ia memainkan gitar dan bernyanyi untukku. Saat aku melihat Steve, ia sedikit bingung.
“Kamu tahu Felix?” tanyaku.
“Entahlah, aku nggak kenal cowok itu Yank, tapi aku ngerasa pernah dekat dengannya dan rasanya sangat familiar sekali” kata Steve.
“Iya, dia sahabat kita yang terlupakan Yank. Dan kenangan yang ada hanya video ini dan kucing yang kita pelihara bareng ini” kataku sambil mengelus Felix, ia sangat manja. Akan aku simpan semua kenangan tetang Felix dengan baik-baik, aku tahu ia ingin dikenang. Selesai aku memutar video untuk yang kedua kalinya, aku melihat di sebelahku, tersenyum padaku ia tak akan pergi meninggalkanku sambil memegang tanganku. Aku pun membalas dengan senyumnya. Cowok yang akan selalu menyayangi dan ku sayangi, seperti perkataanya dalam rekaman itu. Aku sayang dia. Aurora sayang Felix.



-------------------------THE END----------------------------

Kesalahan Terindah




Ini kisah aku dan sahabat kecilku, lebih tepatnya kakakku. Aku adalah cewek yang bisa dikatakan kuper di daerah rumahku. Kenapa? Karena di usia yang sudah genap 16tahun ini, aku belum bisa bergaul dan mengenal semua orang yang ada di daerah rumahku. [kuperku di mulai dari SMP sampai SMA]
Ngomong-ngomong soal sahabat kecilku, seingatk di setahun di atasku. Dan bodohnya lagi dia itu tetangga yang ada di depan rumahku. Berawal aku belajar cuci motor, aku melihat seorang cowok yang ada di depan rumahku, dan ia juga mau mencuci motornya. Setelah dia selesai mencuci motor ia menghampiriku dan tertawa geli melihat tingkahku yang mungkin dia anggap aneh. [iya sich,,bis bukannya cuci motor malah baca instruksi caranya nyuci motor trus]
“Kalo nggak bisa, nggak usah nyuci, perlu bantuan?” tanyanya.
“Bisa yo… kan ini lagi belajar” kataku . [amit-amit aku dikatain]
“Vinta,,Vinta,,dari dulu nggak pernah berubah, sini” katanya sambil mengambil semua peralatan cuci motorku dan mulai mencucinya.
“Kamu tahu namaku? Dari sapa?” tanyaku penasaran.
“Dich,,dasar… tetangga ndiri dilupain, aku Reno, inget?”
“Reno sapa ya? Lupa…hehehe,, skoLa dimana?” tanyaku semakin penasaran.
“aku udah kuliah kali,,mahasiswa baru, neh udah selese. Kalo perlu bantuan ke rumahku aja” katanya sambil pergi masuk ke rumah. Aku tidak habis fikir kalau dia ternyata di atasku. [saking kupernya mpek temen ndiri lupa]. Sepintas aku tidak terlalu ambil pusing akan kejadian itu, tapi gara-gara hal ini, aku jadi sering berpapasan dengannya. [dan terpaksa aku menyapanya dengan sebutan “kakak”… huft]
Saat akan pertengahan September, dia datang ke rumahku, di sambut keluargaku dengan baik sekali. Aku hanya mengernyingkan muka dalam hati. [kalo ketauan berabeh]. Ternyata kak Reno mau mengajakku main keluar. Iya boleh lah, jalan-jalan gratis, refreshing. [kesempatan ma anak kuliahan,,hehehe]. Kami keluar sesuai keinginannya, melewati stasiun kota, stadion dan sampai di tempat makan khas chinesse “Saboten”. [Humm,,yummy]
“Kak,,ngapain ajak aku makan di sini? Kan mahal” kataku memastikan.
“Iya nggak papa,,pengen ajja,,hehehe” jawabnya sambil tertawa, aku pun tak terlalu memikirkannya, aku makan dengan lahap dan saat aku membaca sms dari mamaku, aku tersedak karena kaget. [ya iya lah, kak Reno ultah tapi aku nggak ngado, mana cuma bawa uang sedikit lagi,hadah]
“kakak hari ini ultah kok nggak cerita? Aku kan nggak siapin apa-apa” kataku sedikit kesal padanya.
“aku kira kamu udah tahu, hehehe. Iya udah ayo” katanya mengajakku.
“kemana?” tanyaku bingung.
“katanya mau kasih kado” jawabnya singkat kemudian dari ucapannya aku baru tahusetelah sampai di kedai kebab turki. [ternyata kapasitas perut cowok lumayan besar dari dugaanku]. Aku membelikannya kebab yang serba extra. Extra besar dan extra pedas. [hukuman dank ado yang asik,,hehehehe]. Mulanya aku takut akrab denang kak Reno. [alasanya mudah, dia udah punya pacar, tapi ia pingin punya adek, trus nemu aku deh,,hahahaha]. Tiap malam, kalau ada waktu kita selalu ngobrol bareng kalau nggak iya main cari udara segar. Aku dan kak Reno jadi amplop dan perangko, sampai-sampai ada yang mengira kami jadian, padahal kami ini musuh bebuyutan. [biz aku dikatain pendek mulu,,huft]. Ada juga yang bilang kedekatanku ini karena kak Reno mengajariku semua pelajaran. [padahal aku yang selalu ngajarin, aku ndiri binun sebener e sapa yang kuliah,,,hehehehe].
Mingu pagi yang cerah, saatnya aku menuci motor dan aku lihat di dep rumah kak Reno banyak sekali motor berjajar. Sepertinya teman-temannya lagi berkumpul. Aku sendiri jadi tak enak meminta bantuan. Akhirnya seperti yang dulu-dulu terjadi, selama 2 jam aku jongkok membaca cara mencuci motor. [kebodoha yang tamat sangat]. Aku berharap kak Reo datang mebantu, api aku tahu kalau dia sedang bersama temannya.
“Aku udah bilang kalau nggak bisa, minta tolong aku kan bisa, kata kak Reno sambil memulai mencuci motorku, sepertinya dia sedikit kesal.
“Darimana kakak tahu aku mau nyuci motor?kakak kan lagi ngumpul ma temen-temennya kakak, aku kan nggak enak, maaf”, entah kenpa aku jadi ngerasa bersalah. Kak Reno hanya diam dan menyelesaikan bantuannya, kemudian membereskannya dan kembali ke dalam rumahnya. Ia berlalu begitu saja, jadi sedih.
Aku masuk ke dalam rumah, melihat handphoneku sep, aku matikan saja sekalian. Aku baca majalah yang baru saja aku beli dan rasanya aku menjadi mulai malas. Sorepun datang, aku pun segera andi dan ingin melihat warna merah langit senja. Sepertinya cuaca akan cerah. Akhirnya terbersit di benakku ingin membeli bakso. Pas banget uda di depan rumah langung saja aku pesan semangkuk bakso dan ku makan di teras rumah.[mangkok pinjaman sih hehehe].
Aku lihat di depan rumah kak Reno, teman-temannya bergurau, bercanda dan ada yang bermain gitar. Tak terlihat batang hidung kak Reno. Aku sedih, tapi kupikir lagi apa boleh buat, sehingga segera bangkitlh aku untuk masuk ke dalam rumah. Kudengar kak Reno memanggil . ku berbalik arah dan kudpati kak Reno bersama seorang temannya. Ia mengenalkannya kepdaku. Kak Rama namanya. Kak Reno cerita kalau dia tertarik kepadaku, Ia juga berpesan untuk menjadi pengganti kak Reno kalau aku lagi kesusahan. Senang rasanya punya dua kakak. Tapi kesenanganku berubah menjadi bencana ketika kak Rama menyatakan perasaannya kepadaku, aku pikir aku bakal jadian. Ternyata aku digntungin. [HTS.an gitu…malez banget…sakit…]. Aku tidak kuat dengan keadaan yang seperti ini. [Bayangin 2 bulan].
Malamnya aku beranikan diri datang ke rumah kak Reno. Ketika kuketuk pintu rumahnya. Tak ada jawaban. Setahuku orag tua kak Reno memang keluar kota, tapi kak Reno tidak mungkin ikut, kendaraannya saja ada. Aku sms dan telepon juga tidak ada jawaban. Aku menunggu di depan rumahnya, sendirian. Aku duduk di dekat pintu sambil menangis. Tak lama kemudian ada yang memelukku dari belakang, menenangkanku.
“Haduwh, lama ia?aku ketiduran” kata kak Reno sambil mengelus rambutku. [suka deh……….hehehe].
“Katanya kalo aku perlu bantuan ke rumah kakak”, kataku pelan.
“Maaf,,maaf,,cup..cup..cu..”, katanya khawatir melihatku menangis.
“Ada apa kamu nangis?” tambahnya.
Aku ceritakan semuanya dan menangis sejadi-jadinya di depannya.
“Maaf ya dek .. kakak udah ngenali dia, udah gag usah nangisin cowok kayak dia, mending liad tu lampu tuh ada kebakaran”, katanya membuatku tertawa terbahak-bahak. Semuanya menjadi kembali ke awal. Hanya aku dan kak Reno. Kak Rama hanyalah seorang teman. Hanya kak Reno satu-satunya.



-----------------------------THE END------------------------------------

I Love You, But . . . . .




Di seberang sekolah, ada sebuah warung tempat biasa anak-anak sekolah berkumpul di sana. Tapi, pagi ini, sederet cowok anak SMA Ciputra sudah bercanda ria sambil minum kopi buatan mbok Jah. Nampak sekali mereka sedang malas untuk sekolah karena hari ini hanya full class meeting.
“Besok maen yuk? Makin males ae lama-lama di sekolah nganggur” kata salah satu anak di warung itu.
“Ayo ae, tempat biasa kita ngumpul, ntar mau begadang apa mbolang?” tanya tanya salah satu temannya yang gemar memainkan sepuntung rokok.
“Begadang? Emangnya kita mao ronda apa? Hahahaha” canda yang lainnya.
“Aku serius ini” jawabnya lagi.
“Gampang wes, ntar ae” kata anak yang mengusulkan rencana main tadi.
Tiba-tiba dari kejauhan muncul sesosok cewek memandang kearah mereka berkumpul di warung tadi, seraya mencari-cari seseorang di antara mereka, kemudian berteriak “Alfi! Ke sini!” serunya sambil melambaikan tangannya agar orang yang ia panggil datang kepadanya. Anak yang memainkan puntung rokok tadi menepuk punggung teman sebelahnya agar temannya itu segera menghampiri cewek itu.
“Mampus!!! Bakal bokek neh aku” jawab Alfi.
“Napa? Kalah taruhan lagi ma Nina?” tanya Lukman sambil tetap memainkan rokok yang sedari tadi ada di tangannya.
“Hhahahaha,,iyo” jawabnya polos.
“Payah! Masak ma cewek ae kalah. Udah cepet ke sana” celutuk Rizal.
“Iye,,iyee” balasnya sambil bangkit dari tempat duduknya, melangkah gontai menuju kearah cewek yang sudah menunggunya.
“Mana?” tanya Nina.
“Apaan?”tanya Alfi balik.
“Hadah,,dasar! Pura-pura lupa lagi. Kamu kan kalah taruhan” jelasnya.
“Oke, oke. Ntar aku traktir kebab” jawab Alfi meredakan emosi Nina.
“Bagus deh. Nggak pedes. Hahahaha” tambahnya.
“Tapi mau taruhan lagi nggak?” tanya ALfi.
“Taruhan apa? Paling kamu yang bakal kalah lagi” jawab Nina sombong.
“Dalam 1 bulan ini aku bakal pacaran ma 5 cewek. Gimana?” ungkapnya.
“What? Yang bener ae? Oke deh. Aku nggak yakin kamu bisa macarin 5 cewek dalam 1 bulan” kata Nina.
“Oke, kita liat nanti”.
Sejak taruhan yang Alfi buat sendiri untuk dirinya itu, ia menjadi gencar untuk mencari cewek. Dia berharap 4 ceweknya nanti hanya sebagai teman sesaat sedang yang terakhir akan menjadi pacarnya. Dalam satu minggu ia baru resmi jadian dengan 1 cewek, KayLa namanya, ia salah satu cewek terpopuler di SMA Ciputra. Seperti yang ia taruhkan, ia putus dengan KayLa esoknya dan tentunya alasan yang tidak jelas yang ia pakai. Minggu selanjutnya, Chika anak basket yang menjadi korban selanjutnya. Dan yang ketiga namanya Mia. Setelah ia menembak Mia, entah ada rasa darimana akhirnya Alfi mulai menyukai Mia yang lemah lembut dan baik hati, ia pintar dan wajahnya manis. Dan ia baru tahu kalau Mia adalah saudara sepupu Nina. Esoknya perilaku Mia membuat Alfi semakin tertarik kepadanya. Yang ia takutkan kini terjadi, ia takut jatuh cinta pada Mia, walaupun ia tahu ia sekarang hanya kagum akan sosok Mia yang feminim. Ia berfikir beda sekali dengan Nina yang sedikit tomboy yang suka menguncir rambutnya.
Saat di rumah Nina, Nina berceramah tak seperti biasanya. Dia ingin sekali membatalkan taruhannya. Karena yang akan menjadi korban selanjutnya adalah saudara sepupunya sendiri. Alfi pun mengerti, tetapi ia tidak ingin kalah lagi dalam taruhan kali ini. Tanpa basa basi lagi, Nina malah keluar dari rumahnya sendiri dan kabur entah kemana. Hal ini membuat Alfi bingung, apa yang harus ia lakukan. Ia manyadari akan kesalahannya itu. Tapi semuanya sudah terjadi dan memang tinggal menunggu bom waktu yang akan meledak. Memang tinggal tunggu waktu.
Saat di sekolah, Mia mendatangi Alfi. Ia mengatakan kalau Nina tidak pulang ke rumah. Kabar ini tentunya membuat Alfi khawatir dan mencari Nina kemana-mana, sampai ia rela hujan-hujanan demi mencari Nina. Mia pun sedikit merasa aneh, karena Mia sebagai saudaranya saja tak sekhawatir Alfi. Alfi sendiri mulai gelisah, ia membuat seseorang yang selalu mengisi hari-harinya, yang selalu menang jika taruhan dengannya pergi karena kebodohannya.
Senja pun semakin datang dengan cepat. Saat di Krida, Alfi mendapati Nina sedang duduk diam sendiri. Alfi dan Mia pun segera mendatangi Nina. Tanpa pikir panjang, Alfi langsung memeluk Nina. Nina pun mulai meneteskan air matannya. Mia semakin tak mengerti akan tingkah mereka yang ia lihat. Alfi nampak begitu khawatir dan sangat merasa bersalah membuat Nina menangis.
“Kalian ini apa-apan sich?” tanya Mia membuat Alfi melepas pelukkannya.
“Aku cuma khawatir ae ma Nina” jawab Alfi menutupi kegugupannya.
“Tapi nggak usah segitunya deh” kata Mia sedikit sebal.
“Maafin aku Mia,,aku nggak ada maksud apa-apa ma Alfi” jelas Nina.
“Kalau gitu,jelasin ada apa sebenernya?” pinta Mia.
Seperti kata pepatah, sepandai-pandainya tupai melompat pasti akan jatuh juga. Dan Alfi pun sudah waktunya menjelaskan semuanya kepada Mia.
“Aku memang salah udah jadiin kamu sebagai salah satu bagian dalam taruhanku ma Nina, tapi aku mulai suka kok ma kamu” kata Alfi.
“trus? Nina? Kamu sayang kan ma dia?” tanya Mia dengan nada tinggi.
“Iya,, aku sayang dia” jawab Alfi, jawabannya membuat Nina kaget bukan main.
“Oalah,,gitu ta? Aku juga lagi taruhan ma pacarku kok, aku benernya udah punya pacar anak sekolah lain, jadi kita impas kan? Sekarang kita putus. Oke?” jelas Mia.
“Oke lah. Padahal aku mulai suka ma kamu, Mia. Tapi memang ternyata yang aku cari selama ini tuh Nina” jelasnya. Melihat Nina dan Mia berpelukkan membuat hati Alfi tenang. Mereka bertiga pun tertawa bersama.
“Trus ini gimana neh? Kamu kalah kan?” kata Nina.
“Iya aku kalah lagi” jawab Alfi pasrah.
“Oke kalo gitu bayarannya dobel ma Mia juga,, hahaha” kata Nina.
“Boleh juga tuh” tambah Mia.
“Iya,,iya,,nggak papa aku kalah taruhan trus ma kamu, yang penting kamu nggak ilang lagi, aku bayarin semuanya deh,,tapi……” ucap Alfi berhenti.
“Tapi apa?” tanya Nina.
“Kamu mau nggak aku jadi cowok mu? Aku sayang ma kamu” kata Alfi memegang kedua tangan Nina.
“Ciee,,,terima ajja” kata Mia.
“Mmphh,,gimana ya?” kata Nina sedikit ragu.
“Nggak mau ya?” tebak Alfi.
“Yee,,kata sapa? Belum jawab juga, udah disimpulin ndiri” kata Nina.
“Jadi?” kata Alfi meminta kepastian.
“Iya,,aku mau” jawab Nina.
Alfi pun kegirangan setengah mati mendapati seseorang yang ia sayang menerimanya. Ia pun memeluk Nina tanpa malu-malu lagi. Mia pun hanya tertawa terkekeh-kekeh melihat saudara sepupunya sendiri malu dipeluk di depan matanya. Mereka pun pulang bersama. Tanpa ada masalah. Karena memang cinta nggak akan kemana-mana. Nggak perlu nyari, nggak perlu taruhan dan nggak perlu menutupi rasa sayang untuk dapetin cinta. Cinta datang karena rasa nyaman dan sayang hingga ingin memilikinya. Dan ketika cinta itu datang walaupun untuk kesekian kalinya. Jangan di sakiti cinta itu, walaupun cinta sudah memaafkan semua kesalahan. Karena jika kamu menyakiti cinta, sama halnya dengan kamu menyakiti perasaanmu sendiri.