Jumat, 16 April 2010

Cinta dalam Sebuah Harapan





Kicau burung, udara sejuk dan sinar matahari pagi yang belum menyengat itu menemani sekelompok remaja yang asik mengerjakan sesuatu. Di gasebo sekolah dengan suasana senyaman itu membuat rasa santai dalam mengerjakan pekerjaan dan tidak memnuat rasa jenuh karena selalu diselingi senda gurau oleh salah satu anak di antara mereka.
“Eits,,Steve! Buang tu rokok! Masih pagi juga. Polusi tauk” kata Felix.
“iya,iya,,enak di Loe Cuma ngomong, kita yang mikir neh” jawabnya seraya membuang puntung rokok yang baru saja ia buang.
“Hehehe,,aku kan maskot kalian” jawabnya enteng.
“Duwh,,kalian ini pagi-pagi udah pada ngoceh…Yank, ambilin mimik” kata Venus.
“Iya, Yank… Jangan gubris mereka udah mau selese neh tugas kita… Nih di minum gih” kata Ello menyodorkan sekotak jus orange.
“Dasar dua sejoli ini pacaran mulu. Mentang-mentang otaknya pada encer semua” cerutu Felix.
“Hey,,anak kecil! Diem aja… Laper Loe?” celutuk Felix singkat.
“Iya, aku laper! And lagi males adu mulut ma kamu!” jawabku singkat.
“Lho,,Ra’, kamu belum maem? Ke kantin a?” kata Steve.
“Neh,,,” kata Felix memberiku sandwich dari tasnya. Sejenak aku kaget dibuatnya, seorang Felix yang tak pernah seperhatiannya ke seseorang, tetapi ia malah menunjukkan sesuatu yang menurutku manis.
“Aku nggak mau ntar waktu aku jadi pembawa acara trus bilang ‘Inilah Aurora Ceria sang ketua acara’ kena busung lapar” tambahnya membuatku merubah pikiran kalau sesoang Felix bukanlah seorang cowok yang bisa perhatian pada satu orang.
Acara yang dihelat dengan akbar memang spektakuler. Acar berjalan dengan lancer apalagi dipandu oleh Felix. Setiap acra yang dipegangnya pasti akan berlangsung dengan seru. Semuanya sukses menghelat acara untuk yang ketiga kalinya. Saat acar selesai dan evaluasi berakhir, aku melihat mereka tertawa lepas , senang, dan bangga. Felix pun menghampriku dan mengajakku ke taman yang lumayan tenang.
“Gilaa! Acara kita sukses lagi, tau nggak ini gara-gara sapa?” tanyanya.
“Kamu kan, iya aku percaya semua hepi karena kamu” jawabku.
“Dasar anak kecil baru 16 tahun masih nggak ngerti, ketuanya kan kamu, jadi sukses juga gara-gara kamu Ra” jawabnya.
“Tapikan yang bawain acara ini kan kamu, mentang-mentang udah gede ngatain aku masih kecil, dasar !” kataku sedikit kesal.
“Tahu nggak arti dari Aurora Ceria? Itu artinya sinar pagi yang membuat semua orang akan ceria akan kehadiranmu, arti namaku kan kucing, nggak bisa nggapai kamu dan pengen beud kamu tahu aku, makanya aku kayak gini” terangnya. Hah? Aku terkejut dan sedikit bingung dengan yang ia bicarakan itu.
“Aku nggak mau kamu pergi kalo gitu, Aurora nggak isa ceria kalo nggak ada Felix” kataku kepadanya, karena aku fikir dia adalah sumber keceriaanku.
“Aku nggak akan pergi dari kamu kok. Benernya tanpa aku pun kamu bisa ceria dan buat yang lain seneng, tapi kalo aku nggak ada ya ng lain gimana ya? Hahaha” jelasnya dengan gaya narsis itu.
“Dich,,dasar narsismu kumat udah stadium 2!” jawabku tertawa.
“Iya udah, ayo balik,, ntar dicariin anak-anka” ajaknya dan kembali berkumpul lagi bersam Ello, Venus dan Steve. Felix pun mulai melakukan keusilannya dan memberi komentar yang aneh seperti biasanya.
Perasaanku mulai kacau. Aku berfikir keras akan perasaan yang Felix katakan. Aku tak mengerti akan perasaanku sendiri. Dan kini aku mulai perhatian padanya, begitu juga sebaliknya. Setiap waktu ku pandangi foto kami berlima, sangat menyenangkan. Felix tetap saja selalu mengejekku dengan sebutan ‘anak kecil’, tapi kali ini aku akan tertawa senang karena dua minggu lagi aku akan menginjak kedewasaan. 17 tahun.
“Duwh,,yang mau ultah” kata Venus.
“Ceilah,,mau ngadain apa neh?” kata Ello.
“makan-makan yuk?!” kata Steve.
“kalian ini, masi lama tauk” kataku.
“kayaknya, bakal ada yang nggak isa manggil Aurora ‘anak kecil’ lagi neh” sindir Steve membuat Felix rada’ nyengir.
“masi dua minggu lagi kan?” kata Felix mantap. Hari demi hari pun berlalu, tak terasa sekarang kurang satu minggu lagi aku akan mengadakan pesta sweet seventeen di rumah. Khusus untuk mereka aku akan mengadakan acara sendiri.
“Ra’,,kamu cepet ke Medical Center. Felix kecelakaan!” kata Steve. Hatiku kaget bukan main, bingung dan langsung pergi menuju ke rumah sakit. Saat aku sampai, aku langsung jatuh di dekat Steve. Ku lihat Ello dan Venus bersedih. Steve membopongku untuk melihat Felix yang kini diam, terbujur kaku dengan senyum yang tenang. Entah kenapa hatiku hancur, aku sedih dan semuanya menjadi berantakan dalam sekejap. Aku belum tahu pasti perasaan Felix padaku tapi kini aku sudah merasa kehilangan.
“Semua acar kita batalin” kata Venus.
“bener, nggak ada Felix nggak mungkin sukses” tambah Ello.
“Apa salahnya sich dicoba dulu tanpa Felix” sanggah Steve.
“Iyaudah nggak papa, kita vakum aja dulu” kataku, walaupun dalam hatiku sebenarnya kesal karena teringat kata-kata Felix dulu. Napa mereka musti putus asa tanpa Felix? Aku sendiri juga kesal dengan Felix karena ia mengingkari janjinya denganku. Aku mengurung diriku sendiri di kamar. Aku tak ingin melihat acara pemakamannya, membuatku semakin kacau. Di satu sisi aku merasa kehilangan karena tak akan ada lagi yang mengisi hari-hariku, di sisi lain aku juga kesal dengan semuanya. Kenapa di saat aku akn ulang tahun? 2 hari aku di kamar, nggak makan dan minum, hanya menangis. Sampai Ello, Venus, dan Steve membujukku untuk makan dan seperti biasanya. Sesuatu hal yang sangat susah.
“Ayo lah Ra’,,jangan kayak gini” kata Steve.
“Percuma aku idup kalo semua mikirin Felix, Felix, Felix mulu! Aku juga kehilangan tapi nggak kayak gitu caranya! Aku sebel ma semuanya!”
“Iya oke, kita lupain Felix. 5 hari lagi kamu ultah kan” bujuk Venus.
Acaraku berlangsung sederhana dan singkat, tidak sesuai rencana yang kemarin karena acara ulang tahunku bertepatan dengan 7 hari kematian Felix. Aku pun baru mau mengunjungi makam Felix. Tanah yang masih merah, bunga-bunga yang sebagian mulai layu, ku taburkan kembali bunga-bunga untuknya agar ia terlihat segar. Dan untuk kesekian kalinya aku menangis karena Felix. Steve mengantarkanku pulang dan memberiku sebuah cup cake coklat yang ada lilin kecilnya berwarna merah. Steve berharap agar aku tak bersedih di hari ulang tahunku.
“Neh,,ntar pas tengah malem minta sebuah permohonan biar kamu nggak sedih lagi” kata Steve.
“Aku ingin semua orang yang kenal Felix, lupa akan kehadirannya, dan semua kembali ceria seperti dulu tanpa Felix, jika aku rindu padanya berikan aku sesuatu yang dapat menenangkanku” ucapku saat tengah malam dan meniup lilin cup cake itu. Keesokan harinya, kicau burung kembali membangunkanku, sangat merdu. Saat aku bercermin aku sangat terkejut mendapati foto kami berlima berubah, Felix nggak ada! Hanya aku, Steve, Ello dan Venus. Mungkinkah doaku terkabul? Semua kini tak ada yang tahu akan keadiran Felix, kini aku mulai merasa bersalah. Aku membuka lembaran baru, dan aku yakini Felix pasti mengerti akan keadaanku.
2 bulan berlalu, Steve menyatakan perasaannya padaku. Aku menerimanya karena aku tak ingin larut dengan kesedihanku. Kemudian ada sebuah paket untukku. Dari Felix! Langsung saja paket itu aku buka dan isinya adalah sebuah kaset video.
“Hepi b’day Rara, Hepi b’day Rara’, Hepi b’day, Hepi b’day, Hepi b’day Aurora…. Met ultah yang ke-17 ya Ra’… Moga semua yang kamu ingin kesampaian semua, nih cup cake yang aku buat sendiri lho… Aku titipin ke Steve biar sureprise. Walaupun aku nggak ada, aku harap kamu, Steve, Ello, dan Venus tetap ceria, aku yakin pasti bisa… Satu yang musti kamu inget Ra’,,aku nggak akan ninggalin kamu, dan satu hal yang musti kamu tahu,,aku sayang kamu, aku akan selalu ngasih yang terbaik buat kamu, dan ini anak kucing tolong kamu pelihara baik-baik ya? Beri dia namaku” ucap Felix sambil memperlihatkan cup cake yang aku pakai untuk meminta sebuah permohonan, dan menunjukkan kucing kecil warna putih yang sangat lucu. Dalam rekaman itu, Felix tampak sangat tampan, ia tenang sekali, tak seperti Felix yang aku kenal, dia memakai kemeja putih, semua dominant putih dan terkesan begitu tenang. Ia sangat indah, apalagi saat ia memainkan gitar dan bernyanyi untukku. Saat aku melihat Steve, ia sedikit bingung.
“Kamu tahu Felix?” tanyaku.
“Entahlah, aku nggak kenal cowok itu Yank, tapi aku ngerasa pernah dekat dengannya dan rasanya sangat familiar sekali” kata Steve.
“Iya, dia sahabat kita yang terlupakan Yank. Dan kenangan yang ada hanya video ini dan kucing yang kita pelihara bareng ini” kataku sambil mengelus Felix, ia sangat manja. Akan aku simpan semua kenangan tetang Felix dengan baik-baik, aku tahu ia ingin dikenang. Selesai aku memutar video untuk yang kedua kalinya, aku melihat di sebelahku, tersenyum padaku ia tak akan pergi meninggalkanku sambil memegang tanganku. Aku pun membalas dengan senyumnya. Cowok yang akan selalu menyayangi dan ku sayangi, seperti perkataanya dalam rekaman itu. Aku sayang dia. Aurora sayang Felix.



-------------------------THE END----------------------------

Tidak ada komentar:

Posting Komentar